SHATTERED GLASS: Melalui Perspektif Jurnalistik
Shattered
Glass adalah sebuah film yang bercerita mengenai seorang jurnalis muda
yang bekerja di suatu majalah terkemuka di New York, New Republic. New Republic sangat terkenal, sejak pertama kali berdiri tahun 1914, New Republic telah menjalankan fungsi jurnalistiknya dengan baik. Film ini menceritakan keadaan New Republic di tahun 1998. Pada saat itu, New Republic memiliki 15 jurnalis dan seorang editor yang sangat baik dan bertanggung jawab bernama Michael Kelly.
Tokoh utama film ini adalah Stephen Glass
yang diperankan dengan apik oleh Hayden Christensen. Lewat perannya
ini, ia menjalankan peran sebagai seorang jurnalistik cerdas, yang baru
bekerja untuk New Republic. Awalnya ia terlihat menjalankan pekerjaan
dengan baik, namun konflik dimulai sejak editornya, Michael Kelly
diganti dengan jurnalis lain yang dianggap kurang kompeten, Chuck Lane.
Menjadi
wartawan di new Republic sangatlah sibuk, gajinya kecil, jadwal ketat,
namun Stephen Glass sangat menikmatinya karena ia senang jika
membayangkan tulisannya akan dibaca oleh orang-orang terkenal, contohnya
Presiden. Kesenangan Stephen Glass ini tidak dijalankan secara
seimbang. Ia asal menulis, demi popularitas, terkadang ia mengarang
suatu kejadian, bahkan beberapa berita yang ia tulis merupakan satu
kebohongan. Pada akhir film, akhirnya terkuak bahwa selama ini Stephen
Glass adalah seorang jurnalis yang tidak menulis berdasarkan kebenaran.
Film
ini dibuat berdasarkan kisah nyata dari Stephen Glass. Kini ia menjadi
seorang novelis, dan salah satu buku karangannya adalah The Fabulist,
yang menceritakan pengalamannya sendiri sebagai seorang jurnalis yang
menulis suatu kebohongan demi popularitas. Lewat pengalaman nyata inilah
kita dapat memetik pelajaran, bahwa seorang jurnalis harus menyampaikan
kebenaran, dan agar pembaca dapat tahu bahwa berita yang ditulis itu
adalah suatu kenyataan, paling bagus adalah mencantumkan foto agar
pembaca dapat melihat kejadian sebenarnya.
ANALISA FILM SHATTERED GLASS
DIKAITKAN DENGAN KODE ETIK WARTAWAN INDONESIA
Dalam
buku Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan oleh Eni Setiati,
dijelaskan mengenai tujuh butir Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
secara jelas. Berikut analisisnya dikaitkan dengan film Shattered Glass:
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar:
Masyarakat
perlu diberi informasi yang sifatnya faktual dan jelas sumbernya.
Stephen Glass dalam film ini telah melanggar KEWI pertama ini. Ia tidak
menjelaskan fakta, ia memberikan berita yang tidak jelas sumbernya, dan
belum jelas kebenarannya.
2. Wartawan Indonesia
menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan
informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi:
Stephen
Glass memperoleh informasinya tidak berdasarkan tata cara yang etis,
karena beberapa beritanya merupakan berita yang ia karang sendiri,
bahkan beberapa sumber beritanya juga merupakan sumber berita
karangannya sendiri.
3. Wartawan Indonesia
menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta
dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta
tidak melakukan plagiat:
Wartawan
sebaiknya, dalam melaporkan dan menyiarkan informasi perlu meneliti
kembali kebenaran informasi. Stephen Glass tidak meneliti kembali
informasi yang ia peroleh. Beberapa informasi yang ia dengar dari mulut
ke mulut bisa ia kembangkan sendiri menjadi suatu berita yang sifatnya
palsu, karena tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
4. Wartawan Indonesia
tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan
cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila:
Dalam
film Shattered Glass, wartawan-wartawan new Republic telah berusaha
menjalankan fungsi ini sebaik mungkin. Sayangnya Stephen Glass sebagai
wartawan telah melanggarnya. Ia telah menyiarkan informasi yang bersifat
dusta.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi:
Wartawan Indonesia
selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dalam
bentuk apapun dari sumber berita, yang berkaitan dengan
tugas-tugaskewartawanannya, dan tidak menyalahgunakan profesi untuk
kepentingan pribadi atau kelompok. Stephen Glass sebagai jurnalis New Republic bersikap tidak loyal terhadap New Republic.
Ia memanfaatkan popularitasnya demi kepentingannya sendiri, yaitu makin
meningkatkan popularitasnya dengan menjual artikel kepada
majalah-majalah lain. Bahkan Stephen Glass mengaku pernah menjual artikel yang sifatnya bohong kepada majalah Rolling Stones.
6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan:
Wartawan Indonesia
melindungi narasumber yang tidak bersedia disebut nama dan
identitasnya. Berdasarkan kesepakatan, kalau narasumber meminta
informasi yang diberikan untuk ditunda pemuatannya, harus dihargai.
Dalam film Shattered Glass, tidak diceritakan mengenai hal ini. Stephen
Glass tidak diperlihatkan dalam posisi sebagai wartawan yang diminta
menunda suatu berita.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab:
Stephen
Glass sangat melanggar KEWI terakhir ini. Bagaimana mungkin Stephen
Glass mencabut dan meralat kekeliruan dalam beritanya jika ia dengan
sengaja memasukkan berita yang sifatnya palsu ke dalam majalah New
Republic? Bahkan ketika majalah Forbes sebagai publik bertanya mengenai
keakuratan berita “Hack Heaven” yang dibuat Stephen Glass, Stephen
melayani hak jawab tersebut dengan jawaban-jawaban palsu, yang ia karang
sendiri, akibatnya Stephen Glass terpaksa berbohong semakin banyak demi
menutupi kebohongan-kebohongan sebelumnya.
ANALISA 9 ELEMEN JURNALISME
DIKAITKAN DENGAN FILM SHATTERED GLASS
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran:
Stephen
Glass sebagai tokoh utama film Shattered Glass telah melanggar prinsip
utama dari elemen jurnalisme. Berita yang ia sampaikan pada masyarakat
tidak didasarkan pada kebenaran. Tiap berita yang ia angkat selelu
memiliki suatu kebohongan, bahkan ada berita yang keseluruhan isinya
merupakan karangannya sendiri.
2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat:
Isi
berita yang benar tidak boleh memihak pada suatu organisasi, jadi media
harus dapat mengatakan dan menjamin kepada audiences-nya bahwa liputan
itu tidak diarahkan demi kawan dan pemasang iklan. Media wajib
memelihara kesetiaan kepada warga masyarakat dan kepentingan publik yang
lebih luas di atas yang lainnya. Stephen Glass banyak mengarang
informasi yang ia masukkan pada beritanya, dan ini merupakan bukti bahwa
ia sebagai jurnalis New Republic tidak mengutamakan kepentingan
masyarakat, ia lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri, asal
membuat suatu berita yang menarik demi mengangkat popularitasnya.
3. Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi:
Dalam
mencari informasi, seorang wartawan harus bekerja secara profesional,
memakai metode disiplin profesional untuk memverifikasikan informasi.
Jadi wartawan perlu mencari berbagai saksi, menyingkap sebanyak mungkin
sumber, atau bertanya pada berbagai pihak untuk komentar, demi
mengisyaratkan adanya standar yang profesional. Dalam film Shattered
Glass, Stephen Glass telah membuat banyak berita yang ditulis tidak
berdasarkan sumber manapun. Ia
tidak bekerja dengan professional, hanya memanfaatkan pikiran dan
intuisinya saja. Stephen Glass merasa pikirannya sudah cukup cerdas
untuk membuat suatu berita yang menarik, menghibur, dan layak dibaca
masyarakat tanpa peduli pada kenyataan yang sebenarnya. Ia tidak mencari
saksi, tidak menyingkap berbagai sumber, dan bekerja sendiri tanpa
bertanya pada berbagai pihak untuk komentar.
4. Para wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput:
Kebebasan
adalah syarat dasar dari jurnalisme. Ia menjadi sebuah landasan dari
kepercayaan. Namun apabila kebebasan tersebut tidak dijalankan dengan
seimbang bersama kejujuran, maka kepercayaan itu tidak akan muncul.
Stephen Glass sangat memegang prinsip kebebasan ini, namun bukan
kebebasan dari sumber yang ia liput. Bahkan dalam beberapa beritanya, ia
tidak memiliki sumber sama sekali. Stephen Glass membuat beritanya dari
campuran informasi-informasi sepenggal yang ia peroleh dari mulut ke
mulut dan kemampuannya untuk berimajinasi. Ia begitu lihai dalam
mengarang cerita, ia membuat berita demi popularitas, demi rasa puas
apabila pembaca menikmati tulisannya. Akhirnya prinsip kebebasan ini
diartikan berbeda oleh Stephen Glass. Ia benar-benar bebas dalam
menuliskan informasi untuk New Republic.
Ia merasa berhak untuk bebas bereksperimen, mencampuradukkan fakta
dengan dunia khayalannya, ia merasa memiliki kebebasan total sebagai
seorang wartawan terhadap sumbernya, entah sumber itu benar-benar ada
atau hanya majinasi.
5. Wartawan harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan:
Wartawan
bertugas sebagai orang yang memantau keadaan sekitarnya, baik dari segi
sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Tugas mulia ini tidak boleh
dibatasi oleh kekuasaan. Misalnya wartawan suatu majalah mengekspos
kasus kejahatan Pesiden yang pada kenyataannya benar-benar terjadi, maka
kekuasan Presiden tersebut tidak boleh ia manfaatkan untuk
menghancurkan organisasi majalah tersebut, karena memang tugas wartawan
adalah sebagai pemantau yang bebas.
Stephen
Glass dalam film ini telah menjalankan tugasnya sebagai pemantau yang
bebas, bahkan mungkin terlalu bebas. Ia memantau sekitarnya tanpa
melihat batas kebebasan, ia telah melanggarnya. Stephen Glass menuliskan
apapun yang tidak ada pada kenyataan, mengarang keseluruhan berita agar
tidak ada pihak yang protes. Untuk
apa protes kalau berita yang ditulis tidak berhubungan dengan seseorang
yang benar-benar nyata? Tidak ada yang menjadi korban dari tulisan
Stephen, tidak ada yang dirusak nama baiknya, sebab orang yang Stephen
tulis tidak benar-benar ada. Akibatnya tugas Stephen sebagai wartawan
yang seharusnya memantau dengan bebas tidak berhasil ia jalankan, sebab
ia hanya memantau sesuatu yang tidak pernah ada.
6. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik:
Oranisasi
New Republic telah menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik.
Dalam hal ini, Majalah Forbes yang mempertanyakan tentang kebenaran
informasi “Hack Heaven” yang ditulis oleh Stephen Glass adalah termasuk
publik. Dalam menanggapi pertanyaan dari pihak Forbes, Chuck Lane
sebagai editor New Republic telah merespon dengan sangat baik dan penuh
tanggung jawab. Pada akhir film, saat Chuck Lane benar-benar menyadari
kesalahan jurnalisnya, ia tidak berusaha menutup-nutupi atau menambah
kebohongan pada Forbes, ia dengan berani memecat wartawannya itu, walau
dengan resiko, wartawan-wartawan lain yang menyukai Stephen Glass akan
marah dan mengundurkan diri.
Disini
kita bisa melihat, bahwa forum untuk kritik dan komentar publik
sangatlah bermanfaat demi mengungkap suatu kebenaran. Film Shattered
Glass ini telah menunjukkan bagaimana forum ini sangat berguna, sehingga
pada akhirnya New Republic harus mengakui, bahwa Forbes benar dan teliti, dan New Republic
telah melakukan kesalahan besar karena selama ini telah mengeluarkan
berita-berita yang tidak benar melalui kesalahan wartawannya, Stephen
Glass.
7. Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan:
Demi
menjaga loyalitas pembaca pada media yang mereka baca, suatu media
harus bisa membuat informasi yang penting menjadi menarik untuk dibaca,
dengan tujuan mencerahkan para pembacanya. Jika suatu informasi yang
penting ditulis tanpa ada hal yang menarik di dalamnya, otomatis
informasi tersebut tidak akan diterima dengan baik oleh pembacanya.
Sephen
Glass sangat lihai dalam membuat suatu berita menjadi menarik dan
relevan, namun sayangnya, berita-berita yang ia buat menarik itu
bukanlah berita-berita yang penting. Dan
yang lebih riskan, beberapa di antara berita-berita tersebut adalah
suatu karangan / miss representasi. Akibatnya berita itu hanya dibaca,
menarik hati si pembaca, namun pada akhirnya berita itu tidak akan
mencerahkan pikiran pembaca sama sekali, sebab berita itu tidaklah
nyata.
8. Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan komprehensif:
Prinsip
di sini adalah “jurnalisme adalah suatu bentuk dari kartografi”. Ia
menciptakan sebuah peta bagi warga masyarakat guna menentukan arah
kehidupan. Apabila berita itu tidak proporsional, hal-hal yang penting
dihilangkan, demi sensasi menggelembungkan suatu peristiwa, mengabaikan
sisi-sisi lain, stereotip atau bersikap negatif secara tidak imbang,
akan membuat peta menjadi kurang dapat diandalkan.
Dalam
film Shattered Glass, Stephen Glass sebagai seorang wartawan telah
mengacaukan peta tersebut. Hal-hal yang penting sangat ia minimalkan,
kemudian ia menggelembungkan informasi-informasi yang belum jelas
kebenarannya demi sensasi. Contohnya dalam kasus “Hack Heaven”, Stephen
hanya mendengar sekilas saja mengenai kasus tersebut, bisa saja itu
hanya bualan seseorang. Namun karena ia meganggapnya menarik dan dapat
memunculkan sensasi, Stephen dengan cepat mengembangkan khayalannya
tentang informasi itu, kemudian menuliskannya untuk majalah New
republic. Akibatnya, pembaca dapat disesatkan pikirannya, peta informasi
yang mereka peroleh sangat salah, sangat tidak seimbang, dan sangat
tidak nyata.
9. Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya:
Setiap
wartawan harus memiliki rasa etik dan tanggung jawab. Apabila seorang
wartawan tahu ada suatu informasi yang tidak beres, ia harus berani
menyuarakan perbedaan pendapat dengan rekan-rekannya.
Di
dalam film Shattered Glass, ada banyak wartawan yang tidak berani
menyuarakan suara hatinya. Di akhir film, Caitlin Avey yang protes
kepada Chuck Lane
karena telah memecat Stephen Glass, sebenarnya telah mengetahui kalau
selama ini berita-berita yang ditulis Stephen Glass adalah suatu
kebohongan. Namun
karena ia berteman dekat dengan Stephen Glass, ia tidak berani
mengoreksi Stephen. Ia terus membenarkan berita-berita Stephen dan
membiarkannya dimuat di majalah New Republic. Namun pada akhirnya ia menghormati keputusan Chuck Lane sebagai editor, dan menerima pemecatan Stephen Glass dengan sportif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar